Kamis, 26 Maret 2020
Studi Al-Qur'an
MAKALAH
STUDI AL-QUR’AN
SEJARAH TURUNNYA AL –QUR’AN, PEMBUKUAN DAN PEMBAKUANNYA
Dosen pembimbing:Khoirul ulum,S.Th.I,M.S.I
DisusunOleh :
ABIDATUL ROHMAH
AGUS TRIANI
AINUL QOMARIYAH
ALFIYATUL HASANAH
ANISATUL JANNAH
PROGRAM MENEJMEN PENDIDIKAN ISLAM
STAI AT – TAQWA BONDOWOSO
TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya MAKALAH STUDI AL – QUR’AN tentang Sejarah Turunnya Al – Qur’an, Pembukuan dan Pembakuannya. Dengan adanya Makalah ini kita dapat mengetahui bagaimana Sejarah Turunnya Al – Qur’an, Pembukuan dan Pembakuannya.
Penulisan makalah ini adalah salah satu tugas mata pelajaran STUDI AL – QUR’AN di STAI AT-TAQWA.
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik dalam teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang kami miliki. Serta kami mengucapkan banyak terimakasih untuk pihak yang telah membantu kami, dan terimakasih kepada Ustad mata kuliah Pengantar Studi Islam yakni Ust. Khoirul Ulum,S.Th.I,M.S.I yang telah memberi materi ini. Oleh sebab itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaannya makalah ini, dan juga Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan para penggunanya.
Bondowoso,
Penyusun
DAFTAR ISI
Lembar judul
Kata Pengantar........................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................... ii
Pendahuluan.............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 2
C. Tujuan....................................................................................................... 2
Pembahasan............................................................................................................... 3
A. Sejarah Turunnya Al-qur’an.................................................................... 3
B. Sejarah Penulisan Al-Qur’an atau penghimpunannya............................. 18
C. Pembakuan Al-Qur’an.............................................................................. 24
Penutup...................................................................................................................... 35
A. Kesimpulan.............................................................................................. 35
B. Saran........................................................................................................ 36
Daftar Pustaka........................................................................................................... 37
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam. Bagi Muslim, Al-Quran merupakan firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya. Al-Qur’an merupakan mukjizat Nabi Muhammad SAW yang sangat berharga bagi umat Islam hingga saat ini. Di dalamnya terkandung petunjuk dan pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat.
Al-Qur’an mempunyai 114 surat, dengan surat terpanjang terdiri atas 286 ayat, yaitu Al Baqarah, dan terpendek terdiri dari 3 ayat, yaitu Al-‘Ashr, Al-Kautsar, dan An-Nashr
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui berbagai cara,antara lain:
Malaikat Jibril memasukan wahyu itu kedalam hati Nabi Muhammad SAW tanpa memperlihatkan wahyu aslinya.Nabi SAW tiba-tiba saja merasakan wahyu itu telah berada di dalam hatinya.
Malaikat Jibril menampakan dirinya sebagai manusia laki-laki dan mengucapkan kata-kata di hadapan Nabi SAW.
Wahyu turun kepada nabi SAW seperti bunyi gemerincing lonceng.
Malaikat Jibri turun membawa wahyu dengan menampakan wujudnya yang asli.
Rumusan Masalah
Bagaimana sejarah proses turunnya Al-Qur’an?
Bagaimana proses penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi dan setelah wafatnya Nabi?
Bagaimana proses pembukuan Al-Qur’an berlangsung?
Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana sejarah proses turunnya Al-Qur’an
Untuk mengetahui bagaimana proses penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi dan setelah wafatnya Nabi
Untuk mengetahui bagaimana proses pembukuan Al-Qur’an berlangsung
BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH TURUNNYA AL QUR’AN
Pengertian Nuzul
Kata:Nuzul Menurut bahasa mempunyai beberapa arti,para ulam’berbeda pendapat mengenai arti kata Nuzul,antara lain sebagai berikut:
Imam Ar-Raghib Al-Asfihani dalam kitabnya Al-Mufrodat,kata Nuzul itu mempunyai arti:Al-Inhidarmin‘UluwinilaSafalin (meluncur dari atas kebawah,atau berarti turun). Contohnya,antara lain firman Allah SWT:
وانزل من السماء مأ
Artinya:“dan DIA yang menurunkan air (hujan) dari langit.”(Q.S.AL-BAQARAH 22).
Imam Fairuz Zaba di dalam kamusnya Al-Muhith Al-HululFil Makan,kata Nuzul itu mempunyai arti:”bertempat di suatu tempat.”contohnya,antara lain firman Allah SWT:
وقل رب آنزلنى منز لا مبا ركا وأنت خير المنزلين
Artinya:”dan berdoalah:ya tuhanku,tempatkan aku pada tempat yang diberkahi dan engkau adalah sebaik-baik yang member tempat.”(Q.S Al-Mukminun:29)
Jumhur ulama’,arti kata Nuzul dalam konteknya dengan Al-Qur’an atau arti dari kalimat Nuzul Al-Qur’an tidak perlu menggunakan arti makna yang haqiqi,yaitu yang berarti turun,atau bertempat maupun berkumpul,Menurut keterangan ayat 186 surah Al-Baqarah,Allah SWT. Itu adalah dekat dengan hambanya:
واذا سالك عبادي عني فاني قريب
Artinya:”dan apabila hamba-hamba ku bertanya kepadamu tentang aku,maka (jawablah) bahwa aku adalah dekat.”
Pengertian Nuzul Al-Qur’an
Beberapa arti dari berbagai pendapat para ulam’antar lain sebagai berikut:
Jumhurulama’, antara lain Ar-Razi, Imam As-Suyuti, Al-Zarkasyi, dan lain-lain mengatakan : arti Nuzul Al-qur’an itu secara haqiqi tidak cocok untuk Al-Qur’an sebagai kalam Allah yang berasal pada Zat-NYA. Sebab,dengan memakai ungkapan ”diturunkan”, menghendaki adanya materi kalimat atau lafal atau tulisan huruf yang riil yang harus di turunkan. Karena itu,arti kalimat Nuzul Al-Qur’an itu di pakai makna Majazi,yaitu “menetapkan atau memantapkan atau memberitahukan atau memahamkan atau menyampaikan Al-Qur’an.”
Imam Ibnu Taimiyah mengatakan:pengetian Nuzul Al-Qur’an itu juga tidak perlu di alihkan dari arti haqiqi kepada majazi.maka kata Al-Qur’an itu berarti “turunnya Al-Qur’an.”sebab,arti tersebut sudah biasa di gunakan dalam bahasa arab.
Waktuturunnya Al-Qur’an Dan Periodesasinya
Waktu turunnya Al-Qur’an
Permulaan turunnya Al-Qur’an adalah pada lailatul Qadar,tanggal 17 Ramadhan tahun 40 dari kelahiran Nabi Muhammad SAW,bertepatan tanggal 6 Agustus 610 M, sewaktu beliau sedang berkhalwat di dalam gua hira diatas jabalnur,sebelah utara kota mekah.
Ayat yang pertama kali turun adalahayat 1-5 surah al-alaq:
اقرأباسم ربك الذىخلق (1) خلق الأنسن من علق (2) اقرأ وربك الأ كرم (3) الذى علم با لقلم (4) علم ا لأ نسان ما لم يعلم (5)
Artinya:”bacalah! Dengan menyebutnama tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan tuhanmu adalah yang maha pemurah,yang mengajarkan manusia dengan perantara qolam. Dia yang mengajari manusia mengenai apa yang dia tidak mengetahui.”
Al-qur,an selesai diturunkan menjelang kewafatan nabi Muhammad Saw, pada tanggal 9 dzulhijjah tahun 63 dari kelahiran Nabi Muhammmad Saw, atau tahun 10H yang bertepatan dengan tanggal 27 oktober 623 M, dengan turunnya ayat yang terakhir, yaitu ayat 3 surah Al-Maidah:
اليوم اكملت لكم دينكم واتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الاسلام دينا
Artinya:”pada hari ini telah KU-sempurnakan untukmu agamamu dan telah KU-cukupkan nikmatKU kepadamu,serta KU ridhoi islam sebagai agama bagimu.”
Menurut Imam As-suyuti yang mengikuti pendapat sahabat Rasulullah SAW,Abdullah Ibnu Abbas,bahwa ayat yang terakhir turun adalah ayat 281 surah Al-Baqarah:
واتقوا يوما ترجعون فيه الى اللهقلى ثم توفى كل نفس ما كسبت وهم لايظلمون
Artinya:”dan peliharalah (diri mu dari azab yang terjadi pada) hari yang waktu itu beliau akan dikembalikan kepada Allah.kemudian masing-masing jiwa diberibalasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya.”
Periodesasi turunnya Al-Qur’an
Masa turunnya Al-Qur’an selama 22 tahun lebih tersebut terbagi dalam 2 periode, sebagai berikut:
Periode pertama adalah periode Mekkah, yaitu, periode dimana Nabi Muhammad Saw, masih tinggal di Mekkah, Menurut para ulama ahli tahkiq (penelitian) selama 12 tahun 5 bulan lebih13 hari, terhitung mulai turun pertama 17 ramadhan tahun 41 kelahiran Nabi Muhammad Saw, yang bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M sampai dengan Robi’ulAwal tahun 54 kelahiran Nabi Muhammad Saw. Pada periode Mekkah ini, turun kurang lebih 19/30 dari jumlah seluruh isi al-qur’an , yang terdiri dari 90 surah yang mencakup 4.773 ayat ( Menurut dasar Mushaf Usman sekarang).
Periode kedua adalah periode Madinah, yaitu,periode dimana Nabi Muhammad Saw, sudah hijrah kemadinah dan diam disana yang telah disepakati para ulama selama 9 tahun 9 bulan lebih 9 hari, terhitung sejak robi’ulawal tahun 54 dari kelahiran Nabi atau tahun fiil sampai dengan tanggal 9 dzulhijjah tahun 63 kelahiran Nabi atau tahun fiil atau tahun 10 H. bertepatan dengan tanggal 27 oktober 623 M.selama periode ini turunlah lebih kurang 11/30 dari semua isi al qur’an, yang terdiri dari24 surah yang meliputi 1463 ayat (Menurut dasar mushafustman).
Cara-cara Turunnya Al-Qur’an
Cara-cara turunnya al-qur’an secara umum melalui 3 cara yaitu:
Dengan cara pemberitahuan langsung (secara wahyu) kedalam hati Nabi atau jiwanya mengenai sesuatu pengetahuan yang dia sendiri tidak mampu menolaknya dan tidak sedikitpun meragukan kebenarannya. Cara yang sering disebut dengan cara ra’yul al-shalihah atau impiannya tadi perolehnya dengan jalan mimpi dalam tidur,tetapi kemudian menjadi kenyataan. Contohnya :seperti mimpi nabi Ibrahim a.s, ketika menerima wahyu yang memerintahkan supaya menyembelih putranya ismail.
Dengan cara penyampaian dari balik tabir,yakni suara bisikan wahyu disampaikan kepada nabi saw, dari celah-celah gemerincingnya suara lonceng/bel.
Dengan cara melalui perantaraan malaikat jibril a.s. sebagai pembawa wahyunya. Hal ini sebagaimana sudah di isyaratkat oleh al-qur’an.
Hikmah Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur
Turunnya al qur’an secara bertahap, tidak hanya disebabkan karena al qur,an itu lebih besar dari kitab-kitab yang diturunkan oleh allah sebelumnya.turunnya al qur’an secara berangsur angsur itu mengandung hikmah yang nyata serta rahasia mendalam yang hanya diketahui oleh orang-orang yang alim atau pandai.hikmah turunnya al qur’an secara berangsur-angsur ,diantaranya:
Meneguhkan hati Nabi Muhammad Saw.
Ketika berdakwah,nabi kerap kali berhadapan dengan para penentang yang memiliki sikap dan watak begitu keras.mereka senantiasa menggangu dengan berbagai macam gangguan dan kekerasan.
Menentang dan melemahkan para penentang al-qur’an
Dalam dakwahnya nabi sering kali menerima pertanyaan-pertanyaan sulit dari orang-orang kafir dengan tujuan melemahkan dan menguji kenabian rasulullah.turunnyawahyu secara berangsur-angsur tidak hanya menjawab pertanyaan bahkan menentang mereka untuk membuat satu surat yang sebanding dengannya.
Meringankan nabi dalam menerima wahyu
انا سنلقي عليك قولا ثقيلا
Hal ini karena kedalaman dan kehebatan al qur’an sebagaimana firman allah: artinya:”Sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat”. (Q.s. Al-Muzammil :5)
ia adalah sebuah kitab yang andai kata diturunkan kepada gunung niscaya gunung tersebut akan hancur dan merata karena begitu hebat dan agungnya kitab tersebut.
Mempermudah dalam menghafal al qur’an dan memberi pemahaman bagi kaum muslimin tentang Al-Qur’an.
mempermudahdalam menghafal Al-Qur’an dan memberi pemahaman bagi kaum muslimin
al-Qur’an pertamakali turun ditengah-tengah masyarakat yang ummiyakni yan tidak memiliki pengetahuan tentang bacaan dan tulisan. Turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur memudahkan mereka untuk memahami dan menghafalnya.
هو الذي بعث في الأمين رسولا منهم يتلو عليهم ايته ويزكيهم ويعلمهم الكتب والحكمة وان كانوا من قبل لفي
ضلل مبين
Artinya:”Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta hruf seorang rosul diantar mereka, yang membacakan ayat-ayat-NYA kepada mereka,mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan hikmah (sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.”(Q.S. Al-Jumu’ah:2)
Umat yang ummi akan kesulitan menghafal jika Al-Qur’an di turunkan sekaligus dan tidak mudah bagi mereka untuk memahami maknanya. Jadi dengan diturunkannya Al-Qur’an secara beangsur-angsur itu merupakan bantuan yang terbaik bagi mereka untuk mengahafl dan memahaminya.setiap turun satu atau beberapa ayat,para sahabat langsung menghafalkannya,merenungkan maknanya dan mempelajari hukum-hukumnya.
tadarruj (selangkah demi selangkah) dalam menetapkan hukum samawi
hikmah yang selanjutnya adalah tadarruj (berangsur-angsur) dalam penetapan hukum. Hikmah allah memutuskan demikian ini dengan tujuan mengalihkan dari beberapa aqidah menjadi satu aqidah,mengeluarkan mereka dari berhala-berhala ke agama,dari sangkaan dan dugaan kepada kebenaran serta tidak iman menjadi keimanan.
Setelah itu langkah pemantapan dan pelestarian iman diteruskan dengan ibadah. Ibadah yang mula-mula ditekankan adalah sholat ,yaitu pada masa sebelum hijarah,kemudian diikuti dengan puasa dan zakat,yaitu pada tahun ke dua hijriyah dan terakhir adalah ibadah haji yaitu pada tahun keenam hijriyah.
Demikian pula halnya dengan kebiasaan yang sudah membudaya dikalangan mereka,Al-Qur’anpun menggunakan metode yang sama. Pertama-tama diberatkan kepada maslah dosa-dosa besar,kemudian menyusul dosa-dosa kecil (hal-hal yang di sepelekan). Selanjutnya selangkah demi selangkah,mengharamkan perbuatan yang sudah mendarah daging bagi mereka seperti: khamar,judi,dan riba.
Sebagai contoh yaitu dalam penetapan dalam kasus pengharaman minuman keras,
Tahap pertama
ومن ثمرت النخيل والاعناب تتخذون منه سكراورزقا حسنا قلى ان في ذلك لأية لقوم يعقلون
Artinya:”dan dari buah kurma dan anggur,kamu buat minuman yang mebabukkan dan rejeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikia itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran allah) bagi orang yang memikirkan.”(An-Nahl:67)
Dalam ayat ini,menyebutkan tentang nikmat atau karunia allah. Allah menjelaskan bahwa Dia telah member karunia dua jenis pohon kepada manusia,yaitu anggur dan kurma. Dan dari keduanya dapat di peroleh minuman keras dan rezeki yang baikbagi manusia yaitu berupa makanan dan minuman. Para ulama sepakat bahwa pemberian predikat baik adalah pada rejeki bukan pada mabuknya. Dengan demikian,pujin allah hanya ditujukan kepada rezeki bukan pada mabuknya. Dari perbandingan diatas,orang-orang yang berfikir akan mengetahui perbedaannya dengan jelas.
Tahap kedua
يسئلونك عن الخمر والميسرقلى قل فيهما اثم كبيرومنا فع لناس واثمهما اكبر من نفعهما قلى ويسئلونك ما ذا ينفقونقلى قل العفو قلى كذلك يبين الله لكم الأيت لعلكم تتفكرون
Artinya:”mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:”pada keduanya terdapat dsa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah:”yang lebih dari keperluan.” Demikianlah allah menerangkan ayat-ayatnya kepadamu supaya kamu berfikir.”(Q.S. Al-Baqarah:219).
Dalam ayat ini,membandingkan antara manfaat khamr seperti kesenangan,kegairahan,dan keuntungan karena memperdagangkannya, dengan bahaya yang berupa dosa,bahaya kesehatan tubuh,merusak akal,menghabiskan harta dan membangkitkan dorongan untuk berbuat dosa. Ayat ini merupakan cara halus untuk menjauhkan khamr dengan menonjolkan bahayanya.
Tahap ketiga
Dalam tahap ini terdapat larangan tegas berupa diharamkannya khamr terhadap mereka dalam waktu sholat saja agar mereka sadar dari mabuknya.
يا يها الذين امنولاتقرب الصلاة و انتم سكرى حتى تعلمواماتقولون ولاجنبا الا عابري سبيل حتى تغتسلوقلى وانكنتم مرضى او على سفراو جأ احدمنكم من الغاءط اولمستم النساءفلم تجدوامأفتيمموصعيداطيبافامسحوابوجوهكموايديكم قلى ان الله كان عفواغفورا
Artinya:”hai orang-orang yang beriman,janganlah kam sholat ,sedang kamu berada dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub,terkecuali sekedar berlalu saja,sehingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan,kemudian kamu tidak mendapat air,maka bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya allah maha pemaaf lagi maha pengampun.”(Q.S. An-Nisa:43).
Tahap terakhir
Dalam tahap ini sudah ada larangan tegas dan pasti akan pengharaman khamr dalam segala waktu.
يا يها الذين امنواانماالخمروالميسروالأنصابوالأزلم رجس من عمل الشيطان فجتنبوه لعلكم تفلحون(90)انما يريدالشيطان ان يوقع بينكم العداوةوالبغضأ في الخمر والميسر ويصدكم عن ذكرالله وعن الصلاة وهل انتم منتهون(91)
Artinya:”hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr,berjudi,(berkorban untuk) berhala,mengundi nasib dengan panah adalah termasuk dalam perbuatan syaithon maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum)khamr dan berjudi itu,dan menghalangi kamu dari mengingat allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”(Q.S. Al-Maidah:90-91).
Dengan demikian senpurnalah pengharam secara berangsur-angsur. Itulah langkah-langkah dalam penanggulangan penyelewengan masyarakat yang di tempuh oleh islam.
sejalan dengan kisah-kisah yang terjadi dalam mengingatkan atas kejadian-kejadian itu
Al-Qur’an turun berangsur-angsur sesuai dengan keadaan saat itu sekaligus memperingatkan kesalahan yag dilakukan tepat pada waktunya. Dengan demikian turunnya Al-Qur’an lebih mudah tertanam dalam hati dan mendorong orang-orang islam untuk mengambil pelajran secara praktis. Bila ada persoalan baru, maka turunlah ayat yan sesuai. Bila terjadi kesalahan dan penyelewengan maka turunlah ayat yang memberi batasan serta pemberitahuan kepada mereka tentang masalah mana yang harus ditinggalkan dan patut dikerjakan. Contohnya ketika perang Hunain, orang islam bersikap sombong dan optimis karena jumlah pasukan mereka berlipat ganda melebihi pasukan kafir. Mereka merasa yakin dapat mengalahkan orang kafir. Namun kenyataan yang terjadi mereka justru berantakan dan mundur kocar-kacir. Pada peristiwa tersebut allah menegaskan: ”sesungguhnya allah telah menolong kamu (hai para mu’minin) di medan peperangan yang banyak,dan (ingatlah) peperangan Hunain,yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu),maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu,kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.”
Contoh lain dalam permasalahan pengambilan harta tebusan tawanan dalam perang badar, turunlah ayat pengarahan dari allah yang begitu tajam.
ماكان لنبي ان يكون له اسرى حتى يثخن في الأرض قلى تريدون عرض الدنيا صلى والله يريدالأخرة
قلى والله عزيز حكيم
Artinya:”tidak patut,bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda dunia wiyah sedangkan allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan allah maha perkasa lagi maha bijaksana.” (Q.S. Al-Anfal:67).
Dari dua kisah di atas,kita dapat menyimpulkan,jika Al-Qur’an diturunkan secara sekaligus, maka umat islam tidak akan mengetahui kesalahan dan menemukan jawaban yang tepat akan permasalahannya.
petunujuk terhadap asal (sumber) Al-Qur’an bahwasanya Al-Qur’an di turunkan dari dzat yang maha biaksana lagi terpuji
al-Qur’an yang turun secara berangsur-angsur kepada rosulullah dalam waktu yang lebih dari dua puluh tahun ini, ayat-ayatnya turun dalam waktu-waktu tertentu,orang-orang membacanya dan mengkajinya surat demi surat. Ketika itu ,ereka endapati rangkaiannya yang tersusun cermat sekali dengan makna yang saling bertaut,dengan gaya redaksi yang begitu teliti,ayat demi ayat,surat demi surat,yang saling terjalin bagaikan untaian mutiara yang indah yang belum pernah ada bandingnya dalam perkataan manusia.
الر قلى كتب احكمت ايته ثم فصلت من لدن حكيم خبير لا
Artinya:”alif laam raa,(inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya di susun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci,yang diturunkan dari sisi (allah) yang maha bijaksana lagi maha tahu.”(Q.S. Huud:1)
Hadist-hadist rosulullah SAW, sendiri yang merupakan puncak kefasihan sesudah Al-Qur’an,tidak mampu membandingi keindahan bahasa Al-Qur’an,apalagi ucapan dan perkataan manusia biasa.
قل لئن اجتمعت الانس والجن على ان يأتوبمثل هذاالقرأن لا يأتو بمثله ولو كان بعضهم لبعضهم ظهيرا
Artinya:”katakanlah;sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al-Qur’an ini niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya,sekalipun sebagian dari mereka menjadi pembantu bagi sebagian lain.”(Q.S. Al-Israa’:88)
Seperti yang telah dikemukakan oleh Syekh Muhammad Abdul Azhim Al-Zarqani dalam kitabnya Manahilul Irfan,beliau mengemukakan secara cerdas “member petunjuk terhadap sumber Al-Qur’an adalah kalam allah semata,dan bukan merupakan kata-kata nabi Muhammad atau mahluk lainnya” beliau menjejaskan bahwa:”kami telah membaca Al-Qur’an hingga tamat ternyata rangkaian kata-katanya begitu terjalin jalinannya,lembut susunan bahasanya,begitu kuat kaitannya. Satu sama lainnya saling berhubungan,baik antara satu surat dengan surat lainnya,ayat-ayat dari alif sampai yak mengalir darah kemukjizatannya,seolah-olah Al-Qur’an suatu gumpalan yang tidak dapat dipisahkan. Diantara bagian-bagiannya tidak terpisah-pisah,Al-Qur’an tidak ubahya bagaikan untaian mutiara atau sepasang kalung yang menarik perhatian. Huruf-huruf dan kata-kata kalimatnya,serta ayat-ayatnya tersusun secara sistematis.
Semua mahluk termasuk nabi Muhammad pun tidak akan dapat membuat sebuah kitab baik dan rapi antara satu dengan yang lainnya,kokoh rangkaian kalimatnya,saling berkaitan dari awal,hingga akhir serta sesuai susunannaya dengan berbagai factor diluar kemamapuan manusia,yaitu beberapa peristiwa dan kejadian,yang masing-masing dari untaian kitab ini bias mengiringi dan menceritakan kejadian tersebut,sebab demi sebab,factor demi factor sejalan dengan berbagai factor yang berbeda latar belakangnya padahal masa penyusunan ini berjauhan dan masa turunnya cukup lama.
Usaha untuk menyamai kerapian dan keserasian susunan Al-Qur’an tidak mungkin dapat berhasil dan bahkan sedikitpun tidak dapat mendekati pola ini,baik sabda rosulullah sendiri ataupun perkataan para sastrawan maupun lainnya. Hal itu tidak mungkin terjadi dan tidak akan terjadi. Siapa saja yang berusaha ke arah itu,ia akan sia-sia belaka. Oleh karena itu Al-Qur’an di turunkan secara berangsur-angsur karena merupakan kalam allah yang maha esa. Itulah hikmah yang sungguh agung yang secara tegas menunjukkan kepada mahluknya tentang sumber Al-Qur’an.
Sejarah Penulisan Al-Qur’an atau Penghimpunannya
Penulisan / penghimpunan al-quran mengalami 3 periode ialah:
Periode Nabi Muhammad; Periode Kholifah Abu Bakar; Periode Kholifah Ustman
Periode Nabi Muhammad
Al-Qur’an selain di hafal dan dipahami isinya juga ditulis sewaktu Rosulullah masih hidup.Jumlah sahabat yang telah menulis Al-Quran cukup banyak dan tidak kurang dari 43 orang. Yang terkenal antara lain Abu bakar,Umar ibn Al-Khattab,Usman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib,Abu Sufyan dan dua orang putranya,yaitu mu’awiyah dan yazid, Zaid bin Tsabit, ‘Abban dan Khalid, Zubair ibn al-Awwam,Talhah ibn’Ubaidillah,Sa’ad ibn Abi Waqas,‘Amir ibn Fuhairah ‘Abdullah ibn Rawahah,‘Abdullah ibn Sa’id ibn Abi Sarah,Ubay ibn Ka’ab,Thabit ibn Qais,Handalah ibn Rabi’,Shurahbil ibn Hasanah,A’la ibn Hadrami, Khalid ibn Walid, Mu’aiqib ibn Abi Fathimah, Hudhaifah al-Yamani,Huwailib ibn Abd ‘Uzza al-amiri.
Namun yang paling sering bersama Rosulullah SAW dan banyak menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan di Madinah adalah Zaid Ibn Thabit, karena memang dialah sebagai sekretaris pribadi Rosullah, maka ia selalu mendampinginya dimana Rosullah berada. Nabi Muhammad menunjuk yang lainnya jika Zaid ibn Thabit berhalangan.
Perhatian Rosullah SAW terhadap penulisan Al-Qur’an tidak hanya setelah beliau berada di Madinah, tetapi juga selagi beliau masih berada di Mekkah, meskipun pada waktu itu jumlah kaum Muslim masih sedikit dan sarana untuk penulisan masih langka serta kesempatan untuk menuliskan ayat-ayat al-Qur’an masih terbatas, catatan-catatan atu naskah-naskah yang berisi ayat-ayat al-Qur’an dapat saja beredar diantara mereka. Tnapaknya naskah-naskah tersebut disamping para penulis wahyu yang sudah menuliskannya, juga ada kemungkinan para sahabat yang lain telah pula menyalinnya untuk kepentingan mereka sendiri. Sebagaimana peristiwa masuk islamnya ‘Umar ibn Khattab, dimana ia menemukan naskah surat Taha, yang dibawa oleh Khabbab untuk diajarkan kepada adik Umar bernama Fathimah dan suaminnya.
Para penulis wahyu itu diperintahkan oleh Nabi untuk menuliskan setiap wahyu yang diterimannya dan meletakkan urut-urutannya sesui dengan petunjuk Nabi berdasarkan petunjuk Tuhan lewat jibril.
Kemungkinan semua ayat-ayat al-Qur’an yang telah ditulis dihadapan Nabi diatas benda-benda yang bermacam-macam antara lain batu, tulang, kulit binatang, pelepah kurma, dan sebagainnya dan disimpan di rumah Nabi dalam keadaan masih terpencar pencar ayat-ayatnya belum dihimpun dalam suatu samping itu,para penulis wahyu secara pribadi masih-masing membuat naskah dari tulisan ayat-ayat al-Qur’an tersebut untuk pribadi masing-masing.
Suhuf al-Qur’an yang disimpan dirumah Nabi dan diperkuat dengan naskah-naskah al-Qur’an yang dibuat oleh para penulis wahyu untuk pribadi masing-masing serta ditunjang oleh hafalan para sahabat yang hafid al-Qur’an
Yang tidak sedikit jumlahnya,maka semuannya itu dapat menjamin al-Qur’an tetap terpelihara secara lengkap dan murni(original),sesuai dengan janji Allah SWT. Dalam surat al-Hijr:9,
انا نحن نز لنا الذ كر وإنا له لحفظون
Artinya: Sesungguhnya Aku telah menurunkan keringatan(al-Qur’an)dan sesungguhnya Aku telah memeliharanya /mengamankannya.
Periode Kholifah Abu Bakar
Setelah Nabi wafat dan Abu Bakar diangkat atau dipilih sebagai Kholifah, terjadilah gerakan pembangkangan membayar zakat dan gerakan keluar dari agama islam (murtad) dibawah pimpinan Musailimah al-Kadhdhab. Gerkana ini segera ditindak oleh Abu Bakar dengan mengirimkan pasukan dibawah pimpinan Khalid bin al-Walid. Terjadilah clash fisik di Yamamah pada tahun 12 H yang menimpulkan korban tidak sedikit dikalangan pasukan islam tetmasuk 70 sahabat yang hafiz al-Qur’an terbunuh sebagai shuhada.
Peristiwa yang teragis itu mendorong Umar untuk menyarankan kepada Kholifah agar segera dihimpun ayat-ayat al-Qur’an dalam mushaf atu suhuf,karena dikuawatirkan kehilangan sebagian al-Qur’an dengan wafatnya sebagian para penghafalnya. Idea tau usul Umar dapat diterima oleh Abu bakar setelah diadakan diskusi dan pertimbangan-pertimbangan secara seksama. Kemudian Kholifah memerintahkan kepada Zaid bin Tabit agar segera menghimpun ayat-ayat al-Qur’an dalam satu mushaf atau suhuf.
Zaid sangat hati-hati dalam menjalankan tugas ini,sekalipun iya seorang penulis wahyu yang utama dan hafal seluruh al-Qur’an. ia dalam menjalankan tugasnya berpegang dengan dua hal, yaitu:
Ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis di hadapan Nabi dan yang disimpan dirumah Nabi.
Ayat-ayat yang dihafal oleh para sahabat yang hafiz al-Qur’an.
Zaid tidak mau menerima tulisan ayat-ayat al-Qur’an,kecuali kalau disaksikan dengan dua orang saksi yang adil,bahwa ayat itu benar-benar ditulis dihadapan Nabi atas perintah/petunjuknya. Tugas menghimpun al-Qur’an itu dapat dilaksanakan oleh Zaid dalam waktu kurang lebih 1(satu)tahun,yakni antara sesudah terjadi perang Yamama dan sebelum wafat Abu Bakar. Dengan demikian, tercatatlah dalam sejarah bahwa Abu Bakar sebagai orang yang pertama-tama menghimpun al-Qur’an dalam mushaf atau suhuf, Umar sebagai orang-orang yang pertama-tama mempunyai ide menghimou al-Qur’an dan Zaid bin Tsabit sebagai orang yang pertma-tama melaksanakan penulisan dan penghimpunan al-Qur’an dalam satu mushaf.
Mushaf atau suhuf al-Qur’an karya Zaid itu kemudian disimpan oleh Abu Bakar dan kemudian ‘Umar setelah Abu Bakr wafat.Kemudian disimpan Hafsah setelah Umar mangkat atas pesan Umar dengan pertimbangan,bahwa Hafsah adalah seorang istri Nabi yang hafiz al-Qur’an dan pandai baca tulis. Disamping itu,masalah hilafah pengganti Umar masih harus dimusyawarahkan dahulu,jadi Usman belum ditentukan sebagai Kholifah pada waktu itu.
Periode Kholifah Ustman
Pada masa pemerintah Usman,terjadilah perbedaan bacaan al-Qur’an dikalangan umat islam dan kalau hal itu dibiarkan, bisa mengganggu persatuan dan kesatuan umat islam.44 Karena itu sahabat Hudhaifah menyarankan kepada Kholifah agar segera mengusahakan keseragaman bacaan al-Qur’an dengan jalan menyeragamkan penulisan al-Qur’an. Dan kalau toh masih terjadi perbedaan-perbedaan tentang bacaannya,diusahakan masih dalam batas-batas yang ma’thur(diajarkan oleh Nabi),mengingat bahwa al-Qur’an itu diturunkan dengan memakai tujuh dialek bahasa arab yang hidup pada waktu itu.
Kholifah Usman dapat menerima ide Hudhaifah,kemudian membentuk panitia terdiri dari empat (4) orang, yakni: Zaid bin Tsabit, Sa’id bin al-‘ As, ‘Abdullah bin al-Zubair dan ‘Abd al-Rahman bin Harits bin Hisham. Panitia ini diketahui oleh Zaid dan pertugas menyalin suhuf al-Qur’an yang disimpan oleh Hafsah,sebab suhuf Hafsah itulah yang dipandang sebagai naskah al-Qur’an standar.45
Panitia Zaid diperintahkan menyalin suhuf Hafsah kedalam mushaf dalam jumlah beberapa buah untuk dikirimkan kebeberapa daerah islam disertai instruksi bahwa semua suhuf dan mushaf al-Qur’an yang berbeda dengan mushaf ‘Uthman yang terkirim itu harus dimusnahkan/dibakar.46 Alhamdulillah hampir semua umat islam termasuk para sahabat Nabi menyambut dengan baik mushaf ‘Ustman itu dan mematuhi instruksi Kholifah dengan senang hati.47
Setelah panitia Zaid berhasil melaksanakan tugasnya,suhuf H}ash}ah yang dipinjamnya itu dikembalikan kepada Hafshah. Marwan bin al-Hakam seorang Kholifah dari dinasti Umayah (wafat tahun 65 H) pernah meminta Hafshah agar suhufnya itu di bakar,tetapi ditolak oleh Hafshah. Baru setelah Hafshah wafat,suhufnya di ambil oleh Marwan dan kemudian dibakarnya. Tindakan Marwan ini katanya terpaksa dilakukan,demi untuk mengamankan. Keseragaman mushaf al-Qur’an yang telah diusahakan oleh Kholifah Usman dengan menyalin seluruh isi suhuf Hafshah kedalam mushaf Usman,dan lagi untuk menghindarkan keraguan-keraguan umat islam dimasa yang akan dating terhadap mushaf al-Qur’an,jika masih terdapat dua macam naskah suhuf (Hafshah dan mushaf Usman).
Menurut Ibnu Hajar,panitia Zaid dapat menyelesaikan tugasnya pada tahun 25 H dan menurut Blachere,panitia Zaid baru dibentuk dan melaksanakan tugasnya pada seitar tahun 30H. Tetapi menurut Dr.Subhi al-Salih,yang benar adalah pendapat ibnu Hajar karna mempunyai dasar riwayat yang kuat.
Pembakuan Al-Qur’an
Penyempurnaan Tulisan Mushaf Utsman
Penulisan ayat-ayat Al-Quran, dari sejak pengumpulan, pembukuan serta penggandaan dapat dikategorikan sebagai “Tulisan Kufi”, yaitu salah satu jenis khat (tulisan) yang dibangsakan kepada nama kota Kaufah. Penulisan Al-Quran tersebut belum diberi tanda-tanda perbedaan huruf berupa titik-titik (titik satu, dua, dan tiga baik di atas ataupun di bawah) dan berupa syakal (tanda-tanda bunyi; seperti fathah, kasrah, dhammah, saknah dan lain sebagainya).
juga tanpa pemisah satu ayat dengan ayat lainnya, dan lain-lain tanda baca seperti yang telah sempurna dalam mushaf-mushaf Al-Quran yang ada sekarang ini. Oleh karena itu, cara penulisan demikian membuka peluang dan kemungkinan terjadinya beraneka ragam bacaan yang berkembang di berbagai kota dan negeri yang berlainan dialek dan bahasanya, serta mempunyai kekhususan adat kebiasaan masing-masing. Padahal waktu itu banyak orang-orang yang menulis Al-Quran pada lembaran-lembaran kertas dan akhirnya tersebar luas. Sementara itu, umat Islam sudah semakin berkembang dan mereka banyak berbaur dengan orang-orang yang bukan Arab. Akhirnya bahasa-bahasa ‘ajam (non Arab) mulai menyentuh kemurnian serta keaslian bahasa Arab, sehingga banyak orang yang keliru membaca lafadz (kata-kata) Al-Quran dan huruf-hurufnya karena watak pembawaan orang-orang Arab yang masih murni mulai mengalami kerusakan. Dengan demikian, muncul kekhawatiran terjadinya perubahan nash-nash Al-Quran jika penulisan mushaf dibiarkan tanpa tanda-tanda bacaan Al-Quran (berupa syakal, titik dan lain-lain) tersebut. Oleh karena itu, pada tahun 65 hijrah (empat puluh tahun sesudah masa penggandaan mushaf Utsman) tampillah generasi yang terdiri dari beberapa orang pembesar pemerintahan untuk memelihara umat dari kekeliruan dalam membaca dan memahami Al-Quran. Mereka berusaha memikirkan tanda-tanda tertentu yang dapat membantu dan memelihara pembacaan Al-Quran yang benar. Dalam hal ini, beberapa sumber riwayat menyebut nama dua orang tokoh yang telah meletakkan dasar tanda-tanda bacaan Al-Quran, yaitu :
Ubaidillah bin Ziyad (wafat 76 H), diriwayatkan bahwa ia memberi perintah kepada
seorang yang berasal dari Persia untuk menambahkan huruf alif ( ا ) tanda bunyi panjang atau mad. Misalnya kata “ كا نت“ ditulis tanpa huruf alif (tanda madd atau)
Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafy (wafat 95 H), diberitakan pula bahwa ia berupaya memperbaiki penulisan Al-Quran pada sebelas tempat, dan setelah diadakan perbaikan ternyata bacaan menjadi lebih jelas dan lebih mudah difahami maknanya.Usaha ke arah perbaikan membaca Al-Quran itu tidak merubah bacaan dan penulisannya,karena nash Al-Quran sudah terkondifikasi di dalam dada para ulama,satu sama lain saling mencocokan secara lisan maupun cara lain yang diyakini kebenarannya.
Sejalan dengan perkembangan tersebut, upaya perbaikan bentuk penulisan tidak terjadi sekaligus, tetapi secara berangsur-angsur dari generasi ke generasi hingga mencapai puncak keindahannya pada akhir abad ke-3 hijrah Di samping itu, para ulama berbeda pendapat tentang usaha pertama yang dicurahkan untuk hal perbaikan cara membaca Al-Quran itu. Banyak orang berpendapat bahwa orang peletak batu pertama yang melakukan usaha itu adalah Abul Aswad ad-Duali. Sebenarnya Abul Aswad ad-Duali dikenal karena dialah orangnya yang pertama kali meletakkan kaedah tata bahasa Arab, atas perintah Ali bin Abi Thalib.
Justru tidaklah masuk akal kalau ada orang yang mengatakan bahwa Abul Aswad ad-Duali sendiri yang meletakkan dasar tanda-tanda baca berupa syakal dan titik dalam penulisan Al-Quran. Pekerjaan berat itu tentu dilakukan oleh beberapa orang dan kesempurnaannya tidak dapat dicapai selama satu generasi, melainkan beberapa generasi.
Sehingga dalam perkara perbaikan itu selalu saja disebut nama tiga orang
tokoh selainnya,yaitu Hasan al-Basri,Yahya bin Ya’mar dan Nashr bin ‘Ashimal-Laitsi. Dengan demikian, banyak orang yang berpendapat bahwa penemuan akan cara penulisan Al-Quran dengan huruf-huruf bertitik merupakan kelanjutan dari kegiatan Abul Aswad ad-Duali, sebab menurut riwayat Abul Asawd-lah terkenal dalam hal ini.Sedangkan orang-orang lain disebutkan itu, mereka mempunyai upaya-upaya lain dan menaruh andil yang dicurahkannya dalam perbaikan cara pembacaan Al-Quran tersebut. Az-Zarkasyi mengutip pendapat alMabrad yang mengatakan bahwa orang pertama yang meletakkan titik-titik pada mushaf ialah Abul Aswad ad-Duali.Sedangkan Hasan al-Basri sebenarnya tidak dikenal mempunyai kagiatan positif dalam menemukan cara penulisan berupa titik, tetapi hanya saja ia tidak menolak cara penulisan seperti itu, karena itu dia tidak bersikap sekeras para ulama pada zaman awal pertumbuhan Islam.
Sehingga dengan sikapnya yang demikian itu, barangkali itu dijadikan oleh para peneliti sejarah bahwa dia termasuk orang pertama yang menemukan cara penulisan Al-Quran berupa tanda titik-titik tersebut.Lain pula halnya Yahya bin Ya’mar, sebagian riwayat menyebutkan bahwa dia termasuk orang pertama yang meletakkan tanda-tanda baca berupa titik-titik pada mushaf. Namun sampi sa’at ini tidak ada bukti konkrit yang menyatakan bahwa Yahya bin Ya’mar adalah benar orang pertama yang meletakkan tanda-tanda baca itu, kecuali jika yang dimaksud itu adalah Yahya bin ‘Amar, karena dialah yang mula meletakkan tanda-tanda baca iru di kota Muruw.
Peranannya itu dibuktikan ketika Ibn Khalkan mengatakan; Ibnu Sirin memupunyai mushaf yang huruf-hurufnya sudah bertitik sebagai tanda-tanda baca yang diletakkan oleh Yahya bin ‘Amar.10 Adapun tentang tokoh Nashr bin ‘Ashim al-Laitsi, tidaklah mustahil kalau pekerjaannya dalam meletakkan dasar tanda-tanda bacaan Al-Quran merupakan kelanjutan dari pekerjaan dua orang gurunya, yaitu Abul Aswad ad-Duali dan IbnYa’mar.
Meskipun tidak dapat dipastikan, apakah Abul Aswad ad-Duali ataukah Yahyabin Ya’mar yang merupakan orang pertama meletakkan tanda-tanda baca pada mushaf,namun tak ada alasan untuk mengingkari andil mereka dalam upaya memperbaiki cara penulisan mushaf dan memudahkan bacaannya bagi segenap kaum muslimin. Selain itu, tidak diragukan pula peranan al-Hajjaj. Terlepas dari penilaian orang tentang dirinya dan niat pribadinya yang cukup besar dan tak dapat diingkari aktifitasnya dalam mengawasi pekerjaan peletakan tanda-tanda baca dalam mushaf serta penjagaannya yang ketat.Diriwayatkan, kononnya Abul Aswad ad-Duali pernah terperanjat mendengar seseorang membaca firman Allah dalam surat at-Taubah ayat 3
ان الله برئ من المشركين
Artinya:”Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya memutuskan hubungan dengan orang musyrikin.”
Orang lain lagi membacanya
ان الله برئ من المشركين ورسوله
Artinya:”Sesungguhnya Allah memutuskan hubungan dengan kaum musyrikin dan dari rasul-Nya.”
Kesalahan qari itu terjadi pada pembacaan “kasrah” pada kata “ورسوله “. Lalu hal ini mengejutkan Abul Aswad dan mengatakan : “Maha Suci Allah dari pemutusan hubungan dengan Rasul-Nya”. Dengan adanya peristiwa itu, beberapa hari kemudian Abul Aswad berangkat ke Basrah untuk menemui Ziyad, penguasa daerah itu. Abul Aswad berkata : “Kini aku bersedia memenuhi apa yang pernah anda minta kepadaku”. Sebab jauh sebelumnya Ziyad memang pernah meminta Abul Aswad supaya membuatkan tanda-tanda baca agar orang-orang lebih dapat memahami Kitabullah dengan baik dan benar. Akan tetapi, Abul Aswad tidak segera memenuhi permintaan Ziyad tersebut. Ia mengulur-ulur waktu sampai akhirnya ia dikejutkan oleh pristiwa salah baca tersebut.
Sejak itu mulailah ia bekerja giat dan dengan ijtihadnya berhasil membuat tanda fathah berupa satu titik di atas huruf, kasrah berupa satu titik di bawah huruf, dhammah berupa satu titik di antara bagian yang memisahkan huruf, dan saknah berupa dua titik.Al-Suyuthi menyebutkan Abul Aswad ad-Duali adalah orang pertama yang melakukan usaha membuat tanda bacaan berupa titik-titik atas dasar perintah Abdul Malik bin Marwan, bukan atas perintah Ziyad. Terlepas dari persoalan itu, kita tidak tahu apakah pekerjaan yang dilakukannya itu didorong oleh kemauannya sendiri ataukah hanya memenuhi suatu perintah, namun yang jelas dialah orang pertama yang melihat adanya keperluan yang amat besar itu.
Pada perkembangan selanjutnya, perhatian orang kepada usaha memudahkan penulisan Al-Quran semakin besar. Perbaikan mushaf rasm Utsmani berjalan secara bertahap. Pada tahap mulanya upaya difokuskan membuat tanda fathah berupa satu titik di atas huruf, kasrah berupa satu titik di bawah huruf, dhammah berupa satu titik diantara bagian yang memisahkan huruf, dan saknah berupa dua titik, maka kemudian terjadi perubahan penentuan dengan mengambil berbagai macam bentuk ke arah perbaikan selanjutnya.
Al-Kholil misalnya,membuat perubahan harakat yang berasal dari huruf, fathah adalah dengan tanda sempang di atas huruf, kasrah berupa sempang
di bawah huruf, dhammah dengan waw kecil di atas huruf, dan tanwin dengan tambahan tanda serupa. Alif yang dihilangkan dan diganti, pada tempatnya dituliskan dengan warna merah. Hamzah yang dihilangkan, dituliskan berupa hamzah dengan warna merah tanpa huruf. Pada “nun” dan “tanwin” sebelum huruf “ba” diberi tanda iqlab berwarna merah. Sedangkan “nun” dan “tanwin” sebelum huruf tekak (halaq) diberi tanda “sukun” dengan warna merah. “Nun” dan “tanwin” tidak diberi tanda apa-apa ketika idgham dan ikhfa’. Setiap huruf yang harus dibaca sukun (mati) diberi tanda sukun dan huruf yang diidghamkan tidak diberi tanda sukun, tetapi huruf yang sesudahnya diberi tanda syaddah, kecuali huruf “ta” sebelum “ta”, maka sukun tetap dituliskan, misalnya .فرّطت Pada akhir abad ke-3 hijrah, ketika Abu Hatim as-Sajistani menulis buku tentang tanda baca titik dan syakl bagi Al-Quran, maka cara penulisan mushaf sudah mendekati kesempurnaan, bahkan penulisan mushaf sudah mencapai pada puncak keindahannya. Kaum muslimin pun berlomba-lomba menulis mushaf dengan khat(tulisan) seindah mungkin dan menemukan tanda-tanda yang khas.
Begitu juga dalam hal menciptakan tanda baca yang istimewa, misalnya mereka memberikan untuk huruf yang musyaddadah (bertasydid) dengan membubuhkan sebuah tanda setengah lingkaran di atasnya, membuat tanda alif washl (huruf alif di depan penghubung di depan nama benda dan tidak dibaca) dengan membubuhkan garis tarik di atasnya,di tengahnya sesuai dengan harakah (bunyi suara) huruf sebelumnya; fathah,kasrah,atau dhammah.15Selanjutnya secara bertahap pula orang-orang mulai meletakkan nama-nama surah dan bilangan ayat-ayat, dan rumus-rumus yang menunjukkan kepala ayat dan tanda-tanda waqaf (berhenti).
Tanda waqaf lazim adalah ( م), waqaf mamnu’ ( لا ), wa qafjaiz yang boleh waqaf atau tidak (ج), waqaf jaiz tetapi washal-nya lebih utama ( (صلىwaqaf jaiz tetapi waqafnya lebih utama (قلى)waqaf mu’anaqah yang bila telah waqaf pada suatu tempat tidak dibenarkan waqaf di tempat yang lain diberi tanda ( .. .. ) selanjutnya pembuatan tanda juz, tanda hizb dan penyempurnaan-penyempurnaan lainnya.Pada mulanya memang banyak orang yang merintangi dan menghalangi ke arah perbaikan cara penulisan Al-Quran, karena dikhawatirkan akan terjadi penambahan dalam Al-Quran.
Berdasarkan ucapan seorang shahabat terkemuka Abdullah bin Mas’ud yang diriwayatkan Abu Ubaid :“Murnikanlah Al-Quran, dan jangan dicampuradukkan dengan apapun juga”.Akan tetapi pada zaman berikutnya, banyak kaum muslimin menyukai sesuatu yang dahulunya ditolak dan ditentang mengenai penggunaan tanda-baca titik dan syakl pada penulisan mushaf.
Mereka yang dahulunya mengkhawatirkan terjadinya perubahan nash Al-Quran karena ditulis dengan tanda-tanda syakl dan titik, sekarang malah mengkhawatirkan terjadinya salah baca pada orang-orang awam yang tidak mengerti, jika penulisan mushaf tanpa dibubuhi tandatanda baca.
Justru prinsip menjaga nash Al-Quran dengan seketat-ketatnya itulah yang merupakan sebab pokok yang membuat orang pada suatu masa tidak menyukai penggunaan titik dan syakal dalam penulisan Al-Quran, sedang pada masa yang lain menyukai penggunaannya. An-Nawawi saja misalnya, berkata : “Penulisan mushaf dengan membubuhkan titik dan syakl adalah suatu hal yang mustahab (lebih disukai),karena itu merupakan pencegahan bagi kemungkinan terjadinya salah baca dan pengubahan Al-Quran”.
Dengan demikian, peletakan tanda baca tidak berlawanan dengan prinsip kemurnian Al-Quran.Hal-hal baru yang mulanya tidak disukai para ulama, tetapi kemudian dianggap baik adalah penulisan tanda-tanda pada tiap-tiap kepala surah, peletakan tanda yang memisahkan ayat, pembahagian Al-Quran menjadi juz-juz, dari juz-juz dibagi menjadi ahzab (kelompok ayat) dan dari ahzab dibagi lagi menjadi arba’ (perempatan).
Semua itu ditandai dengan isyarat-isyarat khusus. Tanda permulaan tiap ayat merupakan soal yang paling cepat diterima oleh kaum muslimin, sebelum tanda-tanda lainnya. Sebab mereka membutuhkan pengertian tentang pembagian ayat-ayat, terutama setelah adanya kebulatan pendapat bahwa urutan ayat-ayat Al-Quran adalah ketentuan dari Rasulullah Saw.
Mereka meberikan tanda-tanda dengan cara berbeda-beda. Dengan tanda-tanda seperti itu, kadang-kadang mereka dapat mengingat jumlah ayat dalam sebuah surah, meskipun adakalanya mereka juga lupa. Karena itu ada di antara mereka yang membutuhkan tulisan ‘asyr (sepuluh) dengan huruf depannya, yaitu ‘ain pada tiap-tiap akhir sepuluh ayat. Ada juga yang menggunakan tanda berupa tulisan kata depan khams (lima), kha pada akhir tiap lima ayat.Sedangakan mengenai dekorasi pada awal setiap surah, yang di dalamnya tertulis nama-nama surah yang bersangkutan dan keterangan yang menunjukkan surah itu Makkiyah atau Madaniyah, pada masa itu memang ditentang oleh kaum konservatif di kalangan ulama dan kaum muslimin awam.
Mereka berkeyakinan kuat bahwa semuanya itu bukan tauqifi (bukan kehendak dan bukan atas persetujuan Rasulullah),tetapi berdasarkan contoh perbuatan atau kehendak para shahabat Nabi. Jika kita tidak dapat menerima penempatan surah-surah Al-Quran itu sebagai hasil ijtihad, tetapi tauqifi maka berarti kita tidak mempunyai dalil yang kuat untuk membuktikan bahwa nama-nama surah itu pun tauqifi juga.Kemudian setelah banyak orang menandai mushafnya dengan berbagai tanda untuk memisahkan ayat yang satu dari ayat yang lain, lalu mereka semakin berani mencantumkan nama-nama surah pada awal tiap surah, sehingga sulit dicegah upaya orang untuk memperindah dan memperelok bentuk susunan mushaf.
Kononnya,khalifah al-Walid (berkuasa tahun 86-96 H) menunjuk Khalid bin Ubai al-Hayyaj sebagai penulis mushaf, karena ia dikenal dengan tulisannya yang indah, dan juga ia yang menghiasi mihrab Rasulullah Saw. di masjid Madinah dengan tulisan-tulisan yang indah. Sejak sa’at itu hingga akhir abad ke-4 hijrah para penulis (kaligrafer) giat menulis mushaf dengan huruf Kuufi (hurub Arab yang lazim digunakan penduduk Kufah), yang kemudian lambat-laun tergeser oleh huruf Nasakh yang indah pada permulaan abad ke-5 Hijrah, termasuk penggunaan titik dan bunyi suara (harakah) sebagaimana yang kita kenal sekarang.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari pembahasan makalah yang telah tertulis adalah:
Al-Qur’an merupakan kitab umat muslim yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat jibril sebagai petunjuk dan kemaslahatan umat, turunnya Al-Qur’an tidak berlangsung secara sekaligus tetapi betahap yang istilahnya disebut dengan mutawattir, diturunkannya Al-Qur’an secara mutawattir ini di sebabkan oleh keagungan yang dimiliki oleh Al-Qu’an sehingga apabila di turunkan secara sekaligus maka akan banyak menimbulkan kebingungan kepada Nabi Muhammad SAW,para sahabat sekaligus para umat muslim yang ada pada saat ini.
Adanya pembukuan Al-Qur’an bermaksud untuk melestarikan Al-Qur’an,hal ini dilakukan karena kekhawatiran para sahabat Nabi Muhammad, akan kemurnian Al-Qur’an dan salah satu sebab lagi yaitu karena banyaknya para mujahid yang wafat pada perang yamamah dan sebagian dari mereka adalah para hafidz Al-Qur’an maka untuk menjaga kekhawatiran ini maka diadakanlah pembukuan Al-Qur’an.
Adanya pembakuan Al-Qur’an merupakan salah satu langkah menyamakan perbedaan yang ada. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi perpecahan antara umat muslim dengan umat muslim yang lainnya, maka dengan itu diresmikanlah satu mushaf yang di kembangkan dan di sebar luaskan ke kalangan masyarakat dan untuk mushaf yang lainnya tetap dilanjutkan pembukuannya tetapi keberadaannya hanya untuk disimpan dan di ketahui saja sebagai bukti sejarah tentang pembakuan Al-Qur’an yang ada pada zaman kholifah dan para tabiin terdahulu dan untuk mushaf yang resmi di kembangkan dan disebarluaskan adalah mushaf usmani yang kita temui dalam keseharian kita,yang diawali dengan Al-Fatihah sebagi pembukaan Al-Qur’an dan An-Nas sebagi penutupnya.
SARAN
Dalam penulisan makalah ini tentulah sangat bertujuan untuk kepentingan ilmu engetahuan pada zaman ini,dalam makalah yang kami buat ini hanyalah sedikit pemaparan dan penjelasan yang mana dalam pemaparan dan penjalasan masih jauh dari kata kesempurnaan sehingga dengan sedikitnya materi ini kami meminta untuk para pembaca agar bersedia untuk berperan dalam mengkritisi makalah yang telah kami buat ini guna membangun pengetahuan kita tentang materi yang kita pelajari ini dan mengembangkan bagaimana cara pembuatan makalah yang baik dan benar. Mungkin hanya ini dari kami apabila terdapat kekurangan kami menampung kritikan yang membangun untuk kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Afifullah, Lc, M.Sc.2015.studi Al-Qur’an.surabaya:kopertais IV press
Iqbal,Lalu Muhammad,MA.2015.studi Al-Qur’an.surabaya:kopertais IV press
Syadali,Ahmad Rofi’i. 1997.Ulumul Qur’an 1.Bandung: CV Pustaka setia abadi
Mana’ul,Quthan. 1993.Pembahasan ilmu Al-Qur’an. Jakarta:PT Rineka cipta
Ashshiddieqy,M. Hasbi.1992.Sejarah dan Pengantar Ilmu alqur’an dan Tafsir.Jakarta: PT Bulan Bintang
Chirzin,Muhammad.1998. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an.Yogyakarta:Dana Bakti Primayasa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Sistem Imformasi Manajemen Pendidikan
Makalah IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PENDIDIKAN Mata Kuliah : Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Dosen Pembimbing :...
-
MAKALAH MICROLEADING PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MENGEFEKTIFKAN ORGANISASI DOSEN PEMBIMBING: WAFI ALI HAJJAJ, S.Pd.I, M.Pd.I NAMA KELO...
-
MAKALAH FUNGSI MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN Dosen Pengampu : Abdul Haq As, S.Pd.I, M.Pd.I Disusun oleh : 1. Alfiyatul Hasan...
-
MAKALAH FIQH DAN USHUL FIQH SEJARAH PERKEMBANGAN USHUL FIQH KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, karena berk...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar